29 Oktober 2011

Menyebrang jalan saja susah

"Mau (me)nyeberang jalan aja susah (se)kali pun di Bandung nih," demikian keluhan seorang kawan yang baru-baru ini berkunjung ke kota Bandung untuk keperluan tugasnya. Ya, jalanan kota Bandung sudah makin penuh sesak oleh kendaraan umum dan pribadi. Dari yang beroda dua hingga dua belas. hehehe.

Sayangnya, bukan sebatas tingkat kepadatan lalu lintasnya saja. Tapi juga kelihatan semakin semrawut. Dan sebagian pemicu kesemrawutan tersebut dapat berupa tidak stabilnya emosi pengendara kendaraan bermotor serta jaringan jalan yang semakin menyempit sebagai efek samping peningkatan jumlah kendaraan umum dan pribadi yang melintas.

Kiranya wajar bila aku mengiyakan keluhan kawan tadi. Tanggapanku tentang keluhan tersebut datar saja. "ya Bandung, ya Cimahi, (s)udah sama (s)aja lah. Sebelas-duabelas." Aku yakin, anda yang menetap atau pernah bermukim cukup lama di Bandung tentu akan berpendapat kurang lebih sama.

Tapi aku sedang tidak ingin menulis keluhan itu berkepanjangan. Saat ini, aku lebih ingin berbagi hal unik yang aku temui.

Kemarin sore, di pertigaan Jalan Raya Cibabat dan Jalan Pesantren, Cimahi, yang tidak dilengkapi lampu lalu lintas. Saat itu sekitar pukul dua sore, menjelang waktu puncak kepadatan arus lalu lintas. Tidak ada polantas, yang mengatur kelancaran pertigaan tersebut.


Lihat Peta Lebih Besar

Disanalah aku menahan tawa sendiri melihat ulah seorang anak. Anak itu berpakaian sekolah dasar, tapi tidak membawa tas. Ia bersama seorang wanita yang menggendong balita. Mungkin itu ibu dan adik kecilnya, aku tidak dapat memastikannya.

Aku tidak pula bisa memastikan sudah berapa lama mereka berada di pinggiran jalan yang sering kali aku lalui ini. Mungkin mereka ingin menyeberang ke Jalan Abdul Halim di sisi lain jalan ini.

Sedari awal memperhatikannya, aku melihat ia memandang lurus ke depan, dengan sesekali menoleh ke kanan-kiri, juga wajah ibunya. Wajah anak itu kelihatan sebal. Ia sedang menghadapi kenyataan bahwa untuk menyeberang di jalan yang lebarnya sekitar 6 meter ini sulit sekali. Seolah tidak ada lagi penghormatan buat mereka, sebagai pejalan kaki. Aku sebut penghormatan, karena memang mereka akan menyeberang pada tempat yang benar, di zebra cross.

Dua menit, tiga menit, limat menit, tak terasa entah berapa lama aku tertahan sambil terus memerhatikannya. Arus kendaraan dari arah Bandung menuju Cimahi juga sebaliknya terbilang padat. Seperti tak ada yang ingin mengalah, semua ingin segera sampai ke tujuan. Dan kemacetan yang aku rasakan dan kesulitan mereka untuk menyeberang adalah hasilnya.

Kendaraan yang ingin berbelok terkepung dari dua arah. Pejalan kaki dan penyebrang jalan seolah dipaksa menonton. Inilah bentuk kesemrawutan jalanan kota. Entahlah, kelihatannya tingkat pendidikan tak ada hubungannya dengan kestabilan emosi pengendara di jalanan. Tujuh menit, dan kami masih tertahan. Berisik, deru mesin kendaraan dan klakson adalah derau paling buruk saat itu.

Cukup lama waktu terbuang hingga kendaraan di depanku mulai bergerak maju perlahan. Ya, kemacetan pada titik tersebut mulai sedikit terurai. Dan, eh, lihat si anak tadi pindah ke sebelah kanan ibunya. Ia lalu menggandeng tangan ibunya dan memejamkan matanya. Aku tidak salah lihat, anak itu memejamkan matanya! percayalah, percayalah, pembaca. Hehe.

Tidak cukup sampai disitu ulahnya. Ia maju, turun dari trotoar ke jalanan. Nekat menarik tangan ibu yang sedang menggendong balita tadi. Sementara Ibunya sedikit menghentakkan lengannya tanda penolakan. Tapi anak tadi terkesan memaksa, meski ia diam, namun seolah ia berkata "Ayo Bu, mari kita nyebrang saja!"

Beberapa kendaraan yang berada dekat dengan mereka tentu saja berhenti seketika. Mungkin pengendaranya ikut memperhatikan ulah anak itu. Ibunya mengalah, ikut melangkah di penyeberangan. Diikuti beberapa pejalan kaki lain yang juga ingin menyeberangkan diri ke sisi lain jalan ini.

Sambil tersenyum menahan tawa, "Alhamdulillah," itu saja yang aku sebut dalam hati. Akhirnya mereka sampai di seberang jalan. Hahaha. Sepertinya nyali saja tidak cukup, sedikit akting sebagai orang buta adalah trik anak itu mengalahkan pengendara yang menahan mereka ke seberang sejak tadi.

Sebagai salah seorang pengendara yang ikut terjebak, sebut saja aku tengah menyiakan umur untuk dihabiskan di jalanan yang mulai macet tidak karuan tersebut. Tapi ulah anak itu meluapkan kesiaan umurku kali ini. Hehe.

2 komentar:

Adhittia Egha mengatakan...

parah juga ya gan!! kalo di pontianak lumayan padat juga untuk lalu lintas di jalan utama..
Link exchange yah gan...

anonymous mengatakan...

kalo kelak kamu jadi walikota bandung, segera bangun jembatan penyebrangan dan trotoar untuk penghormatan pejalan kaki (dan akses wimax di taman2 kota tentunya)
aku bukan tim sukses agar kau jadi walikota. tapi aku mendukungmu. hehe..

Posting Komentar